Dikta Wicaksono bukan penyanyi pendatang baru, namun kini ia berdiri sendiri. Lembaran baru karirnya telah dibuka, sebagai seorang penyanyi solo. EP “Sendiri” resmi dirilis untuk orang banyak pada Jumat, 14 Oktober 2022. Perjalanannya sebagai seorang musisi dan penyanyi merupakan proses panjang yang telah berlangsung tahunan. Ia dilahirkan, tumbuh dan dikelilingi oleh lingkungan musik yang secara otomatis berkontribusi pada sosoknya yang hari ini.
EP “Sendiri” sebagai sebuah perkenalan ulang, secara garis besar menjelaskan siapa dirinya dan bagaimana ia dibentuk lewat serangkaian proses yang disebut tadi. “Saya besar di musik. Dari kecil, lingkungannya sudah musik. Besar dan tumbuh di kalangan musisi membuat kebutuhan akan hal itu begitu besar. Dan akhirnya, nggak punya alasan untuk berhenti main musik, karena memang nggak perlu juga. Saya bisa bilang, passion saya ada di musik,” katanya membuka pembicaraan.
Latar belakang itu, plus pengalaman belasan tahun naik-turun panggung bersama Yovie & the Nuno, menjadikannya seorang musisi/penyanyi yang tahu persis apa yang ingin dikejar. “Ketika memulainya lagi, tentu sempat berpikir juga, ‘Harus mulai dari mana ya?’ Akhirnya bikin lagu, mulai direkam, mikirin siapa saja yang bakalan diajak untuk mengisi instrumen di masing-masing lagu. Lagu-lagu ini mau dibawa ke mana dan juga merancang karir solo saya akan seperti apa nanti. Semuanya dipikirin dan prosesnya lumayan makan waktu juga,” lanjutnya.
Hasil pertama dari proses karir solo ini adalah EP “Sendiri” yang berisi enam buah lagu yang semuanya merupakan cerminan kecintaannya pada musik. Single pertama dari rekaman ini adalah ‘Harusnya Bersama’. Selain itu, yang juga spesial, Dikta Wicaksono juga memasukkan lagu ‘Gagal di Sekolah’ yang merupakan karya milik almarhum ayahnya. “Dulu ia tergabung dalam sebuah band bernama Rasela, di periode sekitar awal 70-an,” jelasnya.
Keenam lagu yang ada di EP “Sendiri”, merupakan comotan peristiwa yang datang satu demi satu dan dilandasi beragam latar belakang cerita. Tidak ada tema khusus yang menjahitnya, kecuali keyakinan bahwa musik itu memang perlu untuk dirasakan keberagamannya. “Musik itu universal, untuk semua orang. Makanya, saya juga menulis apa yang mau ditulis. Nggak mikirin macem-macem, ‘Apakah ini cocok untuk si A, si B.’ Pokoknya, yang mau ditulis, ya tulis saja. Sekarang saya bermusik sesuai dengan apa yang disuka. Kalau bermusiknya dipaksakan, nggak akan enjoy,” lanjutnya lagi.
Itu kenapa ada banyak variasi di dalam EP “Sendiri” ini. Enam lagu yang dikandungnya, punya nuansa yang berbeda. Dikta Wicaksono tidak ingin terjebak masuk ke pengkotakkan yang diciptakan oleh industri. “Saya nggak suka mengkotak-kotakan musik. Semuanya saya suka. Saya suka reggae, blues, pop, ballad, rock, macam-macam. Jadi, kenapa tidak dituangkan saja semuanya? Kenapa harus dikerucutin ke satu jenis musik? Itu kenapa EP “Sendiri” ini ada banyak elemen,” jelasnya lebih jauh.
Format yang ia pilih juga merupakan sebuah ketidaklaziman yang terjadi di tengah industri musik. Alih-alih merilis single demi single, ia langsung keluar dengan sekumpulan lagu dalam sebuah EP untuk memulai kembali babak baru karirnya. “Industri musik pasti akan berubah dan nggak akan pernah sama,” katanya. “Tapi, karena lagu-lagunya sudah terkumpul, ngapain dirilisnya satu-satu? Sekalian ajalah. Kalau satu-satu makan banyak waktu juga untuk pengerjaannya,” lanjutnya.
Sebagai sebuah titik perkenalan baru, enam lagu di EP “Sendiri” adalah kuantitas yang cukup. Pendengar bisa menyelami banyak kisah dalam perjalanan Dikta Wicaksono. Sekaligus melakukan eksplorasi bersama lewat variasi jenis lagu di dalamnya. “Sekali lagi, musik itu universal buat saya. Semoga, orang-orang bisa suka dan happy sama lagu-lagu saya di EP “Sendiri” ini. Bisa happy dengerin saya nyanyi, melihat saya manggung,” harapnya.
EP “Sendiri” sudah dirilis untuk orang banyak dan untuk awalan bisa didengarkan di beraneka ragam streaming services. Siapa tahu, di masa yang akan datang, format fisik akan mengikutinya. “Saya ingin banget album ini ada vinylnya,” tutup Dikta Wicaksono.