Apa yang pertama kali terbayang saat mendengar Hutan Hujan? Unit pop folk asal kota Malang dengan lagu-lagu “adem”? mendayu-dayu dengan lirik surealis?. Kali ini mari sejenak kita lupakan itu semua, single terbarunya “Pancaroba Peradaban” benar-benar membawa nuansa yang jauh berbeda. Apalagi 2 single sebelumnya “Jatuh Rindu” dan “Taman Gerimis” menyuguhkan tema yang bisa dibilang biasa saja, tak ada gebrakan baru didalamnya hanya ‘easy listening’ dan terkesan ‘jadul’.
Lewat “Pancaroba Peradaban” Hutan Hujan menyampaikan sebuah amarah, ekspresi keluh kesah, serta depresi. Tentunya itu bukanlah hal yang biasa mereka tuangkan dalam karya-karyanya, coba dengarkan album perdana mereka “Self-Titled” tahun 2018 silam, sangat bertolak belakang. Pendengar setianya mungkin akan dibikin kaget sekaligus takjub, atau mungkin malah tidak bisa menerimanya. Bisa saja bukan? karena dengan kehadiran sesuatu yang baru, pilihan kita hanya menerima atau menolak.
Dijelaskan oleh Sigit si penulis lirik bahwa “Pancaroba Peradaban” terinspirasi dari kekacauan yang terjadi akhir-akhir ini terutama di sosial media. “Liriknya adalah keluh kesah perubahan perilaku manusia di era digital seperti saat ini. Manusia lebih berani berekspresi dengan berbagai tindakan dan berucap kata tanpa mempedulikan lawan bicaranya” tutur pria yang sering terlibat aktivitas belakang layar beberapa band kota Malang tersebut.
“Hal di atas bisa jadi belati bermata dua, di satu sisi mengungkapkan kejujuran. Tapi di lain sisi satu kata dapat membunuh perasaan orang lain dengan atau tanpa disadari. Tak heran jika belakangan timeline media sosial kita penuh dengan umpatan dan caci maki dari sesama warganet” tambahnya. Selain itu suatu pemberitaan yang tidak dicerna isinya dengan bijak sering kali menimbulkan pertikaian diantara para pembacanya, padahal terkadang si pembaca tidak paham betul apa yang dimaksud sebenarnya.

Keresahan akan hal tersebut kemudian disambut antusias oleh Edy, yang notabenenya adalah sahabat karib Sigit selama 13 tahun. Penulisan lirik, melodi, hingga aransemen dari lagu ini pun tak memerlukan waktu lama untuk dimanifestasikan menjadi sebuah karya lagu utuh. “Mungkin karena kami juga sudah satu frekuensi, dulu sudah sering membuat lagu bersama waktu tergabung di band yang lama” tutur Edy. Lagu ini sendiri adalah single ke-2 dimana Edy terlibat didalamnya semanjak resmi bergabung dengan Hutan Hujan akhir tahun 2019 lalu.
Sedikit lebih dalam tentang sisi aransemen musiknya, “Pancaroba Peradaban” lebih kaya dengan perubahan nada juga tempo dan birama. Lompatan-lompatan ketukan dari 6/8 menjadi 4/4 dengan balutan nada-nada timur tengah khas Ottoman membuat progresi dan groove lagu ini berbeda dengan kebanyakan musik yang sedang beredar di pasaran saat ini. “Saya cukup terkujut saat Sigit dan Edy menunjukkan konsep lagu ini, terlebih sebelumnya tidak pernah ada omongan rencana untuk membuatnya” kata Iwan.
Hutan Hujan yang saat ini digawangi oleh Iwan Ruby (Vokal & Gitar), Maria Titin (Vokal), Sigit Prasetio (Keyboard), Edy Priono (Gitar), Indra Zulkarnain (Bass), Andre Suparno (Drum) menyampaikan saat proses pembuatan video klipnya cukup banyak terbentur keterbatasan. Apalagi prosesnya dikerjakan disaat pandemi Covid-19, yang mengakibatkan aktivitas di luar ruangan mewajibkan dipenuhinya berbagai protokol kesehatan. Simpul kata, semoga kita segera menyesuaikan diri dengan perubahan dunia yang sedang terjadi. Terkadang peradaban berjalan pelan nan kejam, merubah pengertian menjadi saling tikam. Selamat datang di “Pancaroba Peradaban”.
Hutan Hujan – Pancaroba Peradaban
Music by Sigit Prasetio & Edy Priono
Lyrics by Sigit Prasetio
Peradaban
Berjalan Pelan Kejam
Merubah Pengertian
Menjadi Saling Tikam
Menghujam Kata Tajam
Tanpa Tirai Peredam
Diujung Peradaban
Menatap Nanar Alam Tak Bertepi Batas
Ku Dihunus Belati Tak Berujung Mati
Diam-Diam Ku Dikecam Jiwaku Gelisah
Diujung Peradaban Ku Bercaci Maki